2.bp.blogspot.com |
MONOLOG
KAYON
Arthur S Nalan
SUARA-SUARA
ORANG (BERTERIAK)
Kayon
Buyut hilang !
Kayon
Buyut Hilang !
MUNCULSEORANG
PEMUDADANATAU PEMUDI (TERGANTUNG KEPADA YANG MEMERANKAN). DIA BERKERUDUNG
SARUNG LALU MENGGULUNGNYA DI PINGGANG.
Kayon
Buyut hilang ?
(KEPADA PENONTON)
Ada
yang melihat orang lewat kemari ?
(MENCARI
JAWABAN)
Astaga
kenapa aku jadi pelupa ?
(MENEPUK
JIDATNYA)
Di
sini tak ada siapa-siapa, hanya sunyi dan sepi. Malam bencana bagi desa Smara,
Kayon Buyut hilang. Padahal Kayon tersebut warisan dalang Panjimas yang
meninggal di desa Smara.
(BERPIKIR
KERAS)
Kira-kira
siapa yang mencurinya ?
(SEPERTI
INGAT SESUATU) Pesta Tledek di Bale desa, ya aku curiga pada tledek yang baju
merah. Senang larak-lirik pada Wak Barjan penjaga kabuyutan Smara yang
menyimpan Kayon Buyut di dalam ruang Cupumanik. Pesta berakhir pagi hari, semua
orang teler, Wak Barjan mabok pulang ke Kabuyutan Smara. Aku hanya tukang bantu-bantu
menyapu, masak dan menyajikan makanan dan minuman bagi pengunjung Kabuyutan,
aku suka dipanggil si Pekacar. Tapi ketika semua orang teriak : Kayon Buyut
hilang ! Aku merasa terpanggil. Aku harus mencarinya. Tapi kemana ? Siapa
pencurinya ? Tledek baju merah ? Ah, hanya dugaanku saja. Aku gak sempat tanya
Wak Barjan, hanya kulihat dia terkapar tak sadarkan diri di dekat pintu ruang
Cupumanik. Tapi dia pernah bilang
(MERUBAH
SUARA) :
Heh
Pekacar, kamu tahu apa yang harus dilakukan orang desa Smara ini Lampiran
Naskah Monolog kalau Kayon Buyut hilang ?
(KEMBALI
PADA SUARANYA)
Apa
Wak ?
(KEMBALI
MERUBAH SUARA, SUARA WAK KARJAN)
Kamu
pernah dengar lakon Ramatambak ?
(KEMBALI
PADA SUARANYA)
Pernah
Wak !
(KEMBALI
MERUBAH SUARA, SUARA WAK KARJAN)
Lakon
Ramatambak jadi penting karena kamu senang Hanoman bukan ?
Aku
mengangguk, ya aku senang tokoh Hanoman. Meski ksatria monyet tapi hatinya
mulia dan penuh bakti pada kebenaran. Perjuangan Rama tak akan berhasil tanpa
Hanoman. (BERDIRI) Aku si Pekacar sekarang jadi Hanoman, membuat tambakkayon.
Aku harus mencari daun pisang yang harus kuanggap Tambakkayon !
(KAGET
SENDIRI)
Astaga
aku sampai lupa, kalau aku suka bawa golok Cepot
(TERTAWA)
Golok
Sinongnong namanya.
(PENUH
SEMANGAT)
Aku
cari pohon pisang, aku tebas tangkai daunnya untuk kujadikan Tambakkayon.
(PERGI
BERKELILING PANGGUNG)
Kemana
harus kucari kebun pisang, ah kuingat kebun pisang Mak Sapton.
(BERHENTI)
Ah,
ini dia kebun pisang Mak Sapton. Ah itu lebar-lebar.
(DAUN-DAUN
PISANG DAPAT DIIMAJINASIKAN)
Aku
mulai menebas, satu (MENEBAS) dua (MENEBAS) tiga (MENEBAS) .
Aku
terus tebas daun-daun pisang yang lebar-lebar, tanpa terasa sudah terkumpul
banyak. Aku membawanya lalu kususun menuju pulau Cemani yang berkabut, yang
kemungkinan besar pencuri kayon buyut bersembunyi di sana.
(MENYUSUNNYA
DAN MULAI BERJALAN PERLAHAN TAPI PASTI).
(TIBA-TIBA
MUNCUL BAJUL (BUAYA)
Eiit
kamu Bajul ! Mau apa menghalangiku, ayo pergi sana. Kamu mau makan aku ? Aku
bukan Bontot Gendut anaknya Pak Gablig, aku Si Pekacar, nih golok Cepot !
(MENAKUT-NAKUTI)
Astaga
Si Bajul tidak takut golok, tiba-tiba dia menyerang, aku terpaksa bergumul
dengan berguling-guling kecebur danau aku menyebut nama emaku: Mak tolong Kacar
!
(BERDIRI)
tiba-tiba
Bajul menghilang, dan dihadapanku telah berdiri seorang Jagabaya Desa, Kang
Samedin yang terkenal kuat dan berkumis Lampiran Naskah Monolog baplang alias
tebal hitam.
(MERUBAH
SUARA, SUARA SAMEDIN)
Kacar
! Kamu pemberani ! Ayo aku bantu menyusun daun pisang ini !
(KEMBALI
KE SUARANYA)
Wah
bagus ayo ! Kami menyerukan lagu semangat !
Bring
reketek Kayontambak lancar !
Bring
reketek Kayontambak lancar !
(TIBA-TIBA
MUNCUL ULAR SANCA BESAR)
Eiit
kamu Sanca ! Mau apa menghalangi kami ! Ayo pergi sana !
(MERUBAH
SUARA, SUARA SAMEDIN)
Jangan
takut, aku Samedin akan kucekik !
(KEMBALI
KE SUARANYA)
Kang
Samedin bergumul dengan Sanca besar, dia dililit seperti Bima melawan Ular
Nagabanda. Kang Samedin kalah tenaga, aku teriak sambil melemparkan golok Si
Cepot ! Kang Samedin ini golokku !
(BERDIRI
SEDIKIT BERGOYANG)
Kang
Samedin dengan trampil menangkap golok Si Cepot ! Golok sinongnong beraksi, dia
bacok kedua mata ular Sanca besar itu, crak ! Crak ! Tiba-tiba Sanca besar
menghilang, berganti rupa jadi Sawitri, anaknya Wak Citok yang suka jadi cah
angon kebonya Wak Kadolin.
(TERIAK)
Witri ! Kamu bantu aku ? Ayo sedikit lagi kita sampai pulau Cemani ! Kami
bertiga menyusun daun pisang menuju pulau Cemani. Sawitri menembang.
Urip iku judu bisa kaya semut
Nyawiji nganggo bebarengan
(Hidup
harus seperti semut
Saling
bersatu untuk bersama)
Akhirnya
kita sampai di pulau Cemani. Kang Samedin bikin obor dengan cekatan, obor
dinyalakan dengan benturan dua batu, percikannya meletik ke rumput kering, dan
menyalalah obor-obor kami. Tiga obor menerangi sekitar kami, kami berjalan
perlahan. Lampiran Naskah Monolog Aku di depan, karena aku yang ditugaskan
menemukan pencuri Kayon Buyut. Kami berjalan perlahan
(MENGILINGI
PANGGUNG)
dan
tampak sebuah cahaya seperti api unggun, kami perlahan mengendap-endap tetap berjarak.
Kami padamkan obor-obor, supaya tidak mencurigakan. Tampak membelakangi kami
seorang laki-laki tinggi besar berambut gondrong berpakaian hitam-hitam,
berikat kepala sabrangan. Aku meningat-ingat adakah laki-laki semacam ini di
pertunjukan Ronggeng ketuk yang kusaksikan, seminggu yang lalu. Rasanya tak
ada.
(MERUBAH
SUARA, SUARA SAMEDIN)
Kacar
kamu kenal dia ?
(KEMBALI
KE SUARANYA)
tanya
Kang Samedin padaku. Aku menggeleng. Kang Samedin kenal ? Dia menggelengkan
kepala. Kamu Witri ? Witri mengangguk. Kamu kenal ? Witri menuliskan sebuah
nama di tanah, kubaca: Sadagora. Kang Samedin kaget, lalu dia berbisik
(MERUBAH
SUARA, SUARA SAMEDIN)
(BERBISIK) Aku tahu sekarang, dia seorang tamu
yang datang dengan Wak Kowak, Kuwu desa sebelah, desa Bedul.
(KEMBALI
KE SUARANYA)
Desa
Bedul ? Kang Samedin mengangguk. Tiba-tiba dia bicara suaranya berat (MERUBAH
SUARA, SUARA SADAGORA)
Jangan
grundang grendeng di tempat gelap, kemari berhimpun di api unggun.
(KEMBALI
KE SUARANYA)
Kamu
kaget bukan main, dia tahu kami ada. Luar biasa, ilmu apa yang dia punya. Kami
akhirnya mendatanginya. Kami duduk dengan segala perasaan masing-masing dengan
hati- hati, melingkar tapi berjarak. Tiba-tiba dia terbahak
(MERUBAH
SUARA DENGAN TERTAWA NGAKAK)
(KEMBALI
KE SUARANYA) Kemudian, Dia memandang kami satu persatu dengan pandangan senang,
sama sekali tidak takut. Wajahnya keras, kumisnya lebih baplang dari Kang
Samedin, dia juga berjanggut brewokan menggayut kuat didagunya.
(MERUBAH
SUARA) Kalian bertiga sangat berani datang ke pulau Cemani ini. Ini pulau yang
dianggap sanget dan tak ada orang yang berani datang.
(MERUBAH
SUARA AGAK TENGE, SUARA WITRI) Kami berani, kamu mencuri Kayon Buyut ya ?
(MERUBAH
SUARA LAGI, SUARA SADAGORA) Bagus Lampiran Naskah Monolog Cah angon Wadon !
Kalian tahu kenapa Kayon Buyut ada yang mencuri ?
(KEMBALI
KE SUARANYA) Aku tidak tahu, tapi kenapa harus dicuri, kenapa tidak dipandang
saja seperti selama ini, semua orang kagum pada Kayon Buyut, termasuk
pengunjung yang datang dari luar desa Smara.
(MERUBAH
SUARA, SUARA SADAGORA) Karena itu aku curi !
(KEMBALI
KE SUARANYA) Jadi benar kamu curi ? Sadagora mengangguk campur tertawa tawa.
Kenapa kamu curi ?
(BERDIRI
BERKEILING MEMERANKAN SADAGORA) Aku mencuri Kayon Buyut karena selama ini hanya
dipandang dan dikagumi, tidak dimaknai seperti dulu oleh Dalang Panjimas.
Dalang yang mengajarkan nilai-nilai adiluhung kepada semua orang, buka Kayon
dengan indah, menampilkan lakon yang penuh simbol manusia yang beragam, tapi
intinya yang jahat dan yang baik, juga ada yang munafik. Tokoh-tokoh wayang
yang membayang- bayang diperkeliran sebagai cermin kehidupan. Sampai akhirnya
tancap Kayon dengan mantap, di mana penonton pulang dengan riang, besoknya
bekerja di sawah, di ladang dengan riang. Cah angon memandikan kebo-kebonya dengan
senang. Pa Tani dan Bu Tani mengolah sawahnya dengan senang. Peladang datang
keladangnya dengan senang. Pedagang pergi ke pasar berdagang dengan senang.
Semua senang. Benar begitu kan ?
(KEMBALI
KE SUARANYA) Kami terpukau dengan omongan Sadagora yang melihat wayang sebagai
cermin kehidupan. Kemudian dia melanjutkan lagi bicaranya
(MERUBAH
SUARANYA KEMBALI MEMERANKAN SADAGORA) Dalang Panjimas meninggal dunia,
wayangnya bukan dijaga dan disimpan di pewarisnya, malah dijual lalu uangnya
dibagi-bagi, untunglah seorang pembuat Jamu Mbok Tambi yang kemudian menikah
dengan Karjan menawar Kayon milik dalang Panjimas dari tengkulak barang antik,
semua tabungannya berpindah pada tengkulak itu. Lalu Mbok Tambi membuatkan
cungkup Cupumanik di dalam komplek Buyut Smara. Karena dia anaknya Jurukunci
Buyut Smara Mbah Legawa. Sejak itu Kayon itu disebut Kayon Buyut.
(KEMBALI
KE SUARANYA) Kami melongo tak bicara Lampiran Naskah Monolog apa-apa. Sadagora
tahu betul sejarah perjalanan Kayon Buyut.
(MERUBAH
SUARANYA KEMBALI MEMERANKAN SADAGORA) Jadi kalau aku curi Kayon Buyut untuk
membuat orang desa Smara sadar tentang arti Kayon, lihat apa yang terdapat
dalam Kayon !
(MENGAMBIL
KAYON/BOLEH IMAJINASI BOLEH NYATA) Kalian amati baik-baik ! Kayon Gapuran ini
diapit dua buta yang membawa gada atau pedang tameng kelihatan bagus. Ini
artinya apa ? Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menjukan bahwa gapura
harus dijaga, pintu menuju surga, dengan kekuatan gada, pedang dan tameng
artinya tekad yang kuat, sekuat gada, sekuat tameng, dan setajam pedang.
Pepohonan yang menuju ke atas, rindang dan bercabang cabang, artinya sejarah
kehidupan yang bercabang- cabang. Pepohonan bertumpuk karena sejarah juga
bertumpuk, sambung menyambung menjadi satu. Kalau dipandang supaya kelihatan pisah,
bisa berbeda dengan gambar lainnya. Gambar pepohonan besar ini dibawahnya
bersambung dengan gambar kolam berair jernih, ada ikan berenang senang dan
bahagia. Air lambang kehidupan, dan ikan lambang penghuninya. Di kiri kanan
terlihat gunung gunung dengan pepohonan yang menunjukan naik turunnya
pegunungan, llau dibatasi melingkar tepung gelang, jadi seperti bentuk gunung,
karena itu Kayon suka disebut Gunungan. Lalu binatang-binatang yang hidup
sebagai satwa, ciptaan Tuhan. Beragam dan indah, ada Banteng, ada harimau, ada
monyet, Tuhan menciptakan mahluk lainnya selain manusia, yang harus dijaga dan
dilindungi. Dan akhirnya sampai keujungnya, perjlanan sejarah manusia akhirnya
tiba, pupus.
(KEMBALI
KE SUARANYA) Aku menatap kagum pada Sadagora. Kami bertiga saling pandang, lalu
seperti sama pertanyaannya. Siapakah Sadagora ini ? (TIBA-TIBA KACAR BERTERIAK)
Wuaah ! Basaaah !
(PANGGUNG
BERUBAH KE DUNIA YANG NYATA)
(TERDENGAR
SUARA PEREMPUAN) Dasar anak Gungclo, habis nonton wayang lupa sembahyang !
Sudah siang ! Wak Karjan pasti Lampiran Naskah Monolog sudah menunggu di makam
! Kan mau ada ngunjung buyut, kamu bersih-bersih di sana !
Astaga,
aku mimpi, Kayon Buyut dicuri, lalu ada Kang Samedin dan Witri, lalu Sadagora.
Ah mimpi aneh, aku akan tanyakan pada Wak Karjan.
(BANGKIT)
(BERJALAN KELILING PANGGUNG) Aku berangkat ke Buyut Smara menemui Wak Karjan
jurukunci Kabuyutan. Setibanya di Kabuyutan, aku melihat Wak Karjan sedang
menyapu dengan sapu lidi besar yang biasa kupegang. Aku merebutnya sambil minta
maaf.
(SAPU
BESAR SEBAIKNYA DI ADAKAN) Maafkan Wak, aku lanjutkan Wak. Aku menyapu
melanjutkan pekerjaan bersih-bersih, karena memang itu pekerjaanku. Aku menyapu
dedaunan kering yang jatuh dari pohon Kiara Janggot yang lebat, memunguti
bunga-bunga kemboja yang jatuh. Setelah selesai tugas, aku menemui Wak Karjan
tengah membuka lawang cungkup Cupumanik yang menyimpan Kayon Buyut.
(MERUBAH
SUARA, SUARA WAK KARJAN) Car, kamu angin-angin Kayon Buyut ini ! (KAYON DAPAT
DIWUJUDKAN DAN DIBAWA KE LUAR-KE SUDUT PANGGUNG) Ah, Kayon yang indah, aku
angin-angin di dekat tunggul ini.
(DITANCAPKAN DENGAN HATI-HATI) Apa yang
dikatakan Sadagora dalam mimpi benar-benar terbukti. (MERUBAH SUARANYA, SUARA
WAK KARJAN) Kenapa dipandang begitu seperti baru kenal saja sama Kayon Buyut ?
(KEMBALI KE SUARANYA) Iya Wak, Wak kenal orang yang bernama Sadagora. (MERUBAH
SUARANYA, SUARA WAK KARJAN) Sadagora ? Kamu dengar darimana ? (KEMBALI KE
SUARANYA) Kesiangan bangun akibat nonton wayang di desa Paron, aku mimpi buruk,
Kayon buyut dicuri. Lalu aku ingat pulau Cemani di tengah danau Seta. Aku
mendengar suara Wak (TERIAK-TERIAK) Ramatambak-Kayontambak. Lalu aku dibantu
Kang Samedin jagabaya yang tadinya Bajul, Juga sawitri cah angon yang tadinya
Ular. Kami pergi ke pulau Cemani dengan tambak daun pisang. Kami bikin obor,
sampai di pulau Cemani, kami mengendap-endap, dan obor dipadamkan. Tiba-tiba
terlihat ada lelaki tinggi besar, yang Lampiran Naskah Monolog duduk dekat api
unggun, tahu kehadiran kami. Kami dipanggilnya, matanya tajam, kumisnya lebih
tebal dari Kang Samedin Jagabaya, berjenggot lebat seperti pertapa. (MERUBAH
SUARA, SUARA WAK KARJAN) Dia Sadagora ! (KEMBALI KE SUARANYA) Iya dia bernama
Sadagora ! (MERUBAH SUARA, SUARA WAK KARJAN) Sadagora julukan kepada Eyang
Panjimas, dalang adiluhung yang meninggal di desa Smara ini. Suaranya memikat,
karena itu dia dijuluki masyarakat Sadagora, Sada artinya suara, Gora artinya
besar. Kamu beruntung, kamu bakal dapat pulung ! (KEMBALI KE SUARANYA) Benar
Wak ? (MERUBAH SUARANYA, SUARA WAK KARJAN) Lihat saja nanti.. !
Dua
hari kemudian, Ngunjung Buyut di Kabuyutan Smara tiba, khidmat dan ramai. Aku
benar-benar mendapat pulung, aku dipanggil ke kecamatan jadi pemuda pelopor.
Bandung,
23 Desember 2018
Advertisement