Sudah baca puisi-puisi Ahda Imran dan Ebi Langkung yang terbit di Kompas akhir pekan ini? Jika belum, di bawah ini ditikkan puisi-puisi tersebut untuk bacaan/analisis, dan apresiasi Tuan dan Puan.
Jika postingan ini dianggap bermanfaat, dimohonkan untuk membagikannya melalui akun media sosial Tuan dan Puan.
Untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan postingan terbaru, silakan ikuti blog ini melalui pos-el (email).
Selamat membaca!
AHDA IMRAN
Jantung BayangUntuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan postingan terbaru, silakan ikuti blog ini melalui pos-el (email).
Selamat membaca!
Sun Rays -- EGLE LIPEIKAITE |
AHDA IMRAN
Aku si jantung bayang
Makhluk halus penunggu menara purba
Berdegup di tengah jemaat dan nestapa
Menghembus dari pintu angin;
Penunjuk jalan keselamatan
Biar kuasa langit kembali pada terang
Orang kalah!
Dari sekalian nestapa
kupanggul imanmu. Menjauhi
orang kafir dan segala
muslihat mereka
Tenun jubahmu bersulam benang keramat
Naik ke jenjang menara purba
Asah pisau biar iman berkilat
Berjagalah di gerbang hukum lama
Biar kuasa langit kembali pada terang
Aku si jantung bayang
Makhluk halus penunggu menara purba
Penghasut yang paling kudus
2018
Menjaga Angin
Menjadi angin; aku berjalan
di permukaan danau. Membuat alun
dari rambutku yang berjatuhan -
tanpa mengubah warna air. Ikan-ikan
tenang menyimpan dan menjaga telurnya
Langit biru. Cahaya tanpa ruang;
keluasan sekaligus kebisuan
Ke balik air ada suara lain menyelam
Berbisik ke lubuk paling kelam. Mengubah
sisik ikan-ikan menjadi jutaan lidah. Menggelepar
di permukaan danau
Hari gelap dan beku
Udara jadi sedingin belati
Danau dikelilingi seruan suci
Menyeru-nyeru namaku
Aku di sini; menjadi angin. Bertiup
ke pusat pulau, membuka seluruh gerbang
Menyentuh terang dan lembut uap air
Membiarkan manusia dan kata-kata
terus berjatuhan dari rambutku
2019
Kota Putih
Aku melihatmu di sebuah kota
yang menjadi putih. Ketika gelap
bersalin lidah dengan terang. Ketika
orang-orang menemukan sisik ular
di bawah bantal, sajadah, dan altar
Bagai lebah mereka berkerumun -
memasuki tubuhmu. Mengangkut kecemasan
dan kebencian. Di padang lapang mereka
mengerang dan mengasah pisau
Kota seputih kafan. Kau berjalan
memanggul jenasah Habil, mengitari
Kota Suci, memandikannya
dengan percik air bunga padma
Tubuh dan kakimu mengucur darah
Jemaat yang terus mengerang; berebut
daging dan darahmu. Mengitari tulang
belulangmu
Aku menemukan kematianmu
di sebuah kota yang menjadi putih
Kota yang kuciptakan dari percik ludah
dan pisau yang terus diasah
2019
Kompas, 11 Mei 2019 (Hal. 18) |
*
Selain puisi-puisi Ahda Imran di atas, ada juga puisi-puisi Ebi Langkung. Untuk membacanya, klik tautan: Puisi-puisi Ebi Langkung (Kompas, 11/5/2019).
Advertisement